Posts

Showing posts from October, 2020

NENI YULIANTI DALAM KUMPULAN PUISI KELANA

Image
NENI YULIANTI adalah penyair perempuan Cirebon yang memiliki karakter kuat. Terutama dalam buku antologi ini yang mengangkat nilai-nilai tradisi sejarah di daerahnya. Tampaknya ada pergulatan yang dalam dan tajam. Bagaimana Neni mencoba mengangkat nilai-nilai sejarah itu, tanpa mengurangi nilai estetik yang dimiliki selama proses kreatifnya. ( Nunung Noor El Niel, penyair Bali)  Saya selalu menyambut baik puisi-puisi yang mengandung kearifan lokal, terlebih jika ditulis oleh penyair yang lahir dan besar di kampung halamannya. Neni Yulianti telah menghikmati jalan indah itu, menghamparkan cakrawala Cirebon dari sayatan sejarah panjang, lebar, dan dalam. Ikon-ikon legendaris dalam himpunan puisi ini merefleksikan kekentalan darahnya, seolah menyerukan: ini aku, ini milikku, dan aku bagian dari hikayat yang diingat banyak orang. Ini tahap permulaan, karena sumur Cai Rebon masih dalam dan langitnya terbentang luas – di sana terdapat makrifat sang Sunan dan mega mendung yang mel

Neni Yulianti Puisinya di Pikiran Rakyat 17 Oktober 2020 (Rindu Biru Matamu, Firasat Seorang Penyair, Udara Basah, dan Api yang Nyala di Matamu)

Image
Puisi Neni Yulianti di koran Pikiran Rakyat tanggal 17 Oktober 2020 (Udara Basah, Firasat Seorang Penyair, dan Api yang Nyala di Matamu).  Terima kasih Pikiran Rakyat. Terima kasih Pak Gandi Sugandi telah direpotkan oleh saya untuk mengirimkan langsung korannya dari Bandung ke Cirebon karena saya belum sempat mencari korannya. Jazakallah...   RINDU BIRU MATAMU Karya Neni Yulianti Angin Malaka membawa gemuruh rindu pada mata lautmu yang biru ada debar liar berlari cepat  ke catatan sajakku. Gelombang tenang meluruhkan sampah pikiran pasir putih dan indahnya karang  menambah daftar wisata Tanjungpinang  lekat di ingatan pendatang untuk merekam kenangan yang meriang lidah menyentuh otak-otak dan gonggong serasa nikmat dan tak mampu melaknat dari asinnya hidup berbalur garam. Di pantai Trikora, aku tak mampu melepas tubuh dari lanskap pasir yang berbisik pelan hingga kakiku meninggalkan cetakan kenangan naik pompong dengan senyuman. Kau tahu, aku tak ingin melepas ciumanku pada