Postingan

NENI YULIANTI, PUISI FAJAR CIREBON 30 MARET 2019 (Anak-anak Batu)

Gambar
ANAK-ANAK BATU Karya Neni Yulianti Sungguh ngilu mataku, ketika ibu melahirkan batu-batu bunga api tersulam dari tangan-tangan kotor mengoyak lambung ibu mempreteli rahang dan mengeruk jeroannya hingga berlendir. Nasib ibu kini lumpuh 34 tanah ingatan di sepanjang khatulistiwa menaburkan serpihan cermin retak  di permukaan menjelma sungai pembatas di antara plural dan anti plural. Anak-anak batu busungkan dada memamerkan lalu memajangnya di etalase kota-kota dunia "ini ibu kami dengan sejuta pesona, siapa pun boleh menyentuhnya" mereka lupa, anak-anak batu diperdaya sejak berabad-abad dipeluk budaya kolonial asing hingga tumbuh egosentris di tubuh dan saling palingkan wajah. Perlahan bulu garuda rontok tersengat matahari aku bergeming, lalu bertanya pada angin "siapa yang pecahkan cermin?" Entah, "apa karena mereka lupa jika terlahir sungsang?" hujan tumpah di rahim bumi. Cirebon, 14 Desember 2017. (Fajar Cirebon Januari 20...

ARAKUNDOE DALAM PUISI PILO POLY

Gambar
ARAKUNDOE ALBUM PUISI PILO POLY YANG KAYA DENGAN SEJARAH DAN BUDAYA INDONESIA, SERTA ROMANTISME TERHADAP TUHAN DAN MANUSIA. Oleh Neni Yulianti (Cirebon) Membaca puisi Arakundoe dalam album puisi Pilo Poly sangat membuat saya tertarik dengan melihat judulnya yang unik "Arakundoe", saya lantas googling apa itu Arakundoe yang memang saya sendiri masih awam dengan judul tersebut. Ternyata Arakundoe adalah sebuah peristiwa pembantaian sipil yang dilakukan oleh aparat keamanan yang terjadi pada tanggal 4 Februari 1999 di Idi Cut, Aceh, Indonesia yang telah menewaskan 7 orang dan melukai ratusan orang lainnya dan jenazah korban tersebut telah diceburkan di sungai yang bernama Arakundoe. ARAKUNDOE Yang tak berhenti, adalah bunyi suara malam di Arakundoe. Malam keluar dari dirinya sendiri, ingin Menjelma menjadi yang lain, yang mampu menenangkan Betapa risaunya magrib menyambut kengerian Sungai-sungai juga buru-buru keluar dari ceruk lumpur, tempat aduh dan deraja...

NENI YULIANTI PUISI FAJAR CIREBON 23 MARET 2018 (Garam di Matanya)

Gambar
PUISI NENI YULIANTI FAJAR CIREBON, 23 MARET 2018 GARAM DI MATANYA Karya Neni Yulianti Ia menumbuk garam di matanya di sudut dapur menggenggam sekepul asap lalu diluruhkan sejuta bunga api yang lindap  rumput liar pun terbakar dan daun kaca pun bergetar Ia melihat dari dua sisi  tentang matahari yang tercelup  atau sekumpulan diorama bercengkerama  pada lontaran usang ini hanyalah angin yang berderit sekedar lolongan di bawah langit Ia mengunyah mimpi dengan aroma legam di tubuhnya Kini, pisau waktu lamat-lamat mengiris hari dengan ranah tak bernada Ya, di balik pintu itu Ia tetap menumbuk garam di matanya.  Cirebon, 31 Maret 2018. Akun Social Media Neni Yulianti: https://linktr.ee/NeniYulianti

NENI YULIANTI PUISI FAJAR CIREBON 2 MARET 2019 PEREMPUAN HUJAN MERINDUKAN BULAN

Gambar
Puisi Neni Yulianti di Fajar Cirebon tahun 2019. Akun Social Media Neni Yulianti: https://linktr.ee/NeniYulianti

PUISI NENI YULIANTI

DIORAMA MIMPI Karya Neni Yulianti Masih hangat dalam kotak ingatan tentang takjub yang menggantung di bias malam saat kutemui mata biru hangat menyentuh alam bawah sadarku. Perlahan kutatap ia pemuda laksana cahaya putih susu aura tubuhnya kelopak mengerjap tak percaya Tuhan berkarya dengan pahatan yang sangat menakjubkan. Oh, angin malam desaunya meluruh butir dingin salju di hamparan hijau kutangkap pesona warna serupa sayap melekat di punggungnya dan mengalir dalam otak beribu tanya tentang jati diri dan hikayat bintang jatuh di pangkuan dan nadi kembali berdenyut melesat manis di ukiran senyuman. Biarkan kenangan indah menggelayut di punggung malam agar tetap tersimpan pada diorama mimpi. Cirebon, 11 Oktober 2017. SEPOTONG KALIMAT Masih ingatkah kau?  Puisi sepotong kalimat bernada yang kau kirim padaku di ujung malam itu. Bagai hantu malam bayangannya terus mengikuti hingga aku lupa menghitung detak waktu terus menggerus kenang di antara rasa...

Cinta Lama Kembali Bersemi

Oleh Neni Yulianti Kuperhatikan sejak dua hari yang lalu, suamiku terus memperhatikan laptopnya sembari terukir berkali-kali senyuman di bibirnya. "Mas, ada apa sih di laptop? Dipantengin mulu." Aku bertanya kesal dengan Mas Iwan. "Ndak ada apa-apa sayang, bantu Mas belikan pulsa  dua puluh ribu di warung belakang rumah." *** Malam harinya. Diriku terbangun dan langsung beranjak dari tempat tidurku, mencari sosok suamiku yang hilang dari tempat tidur. "Hallo bagaimana kabarmu di Lampung. Arsih?" Terdengar sayup-sayup suara Mas Iwan perlahan membuat diriku tambah penasaran. "Telepon dari siapa sih Mas? kok malam-malam telepon?" Suaraku membuat kaget Mas Iwan. "Ndak.. Anu, Itu.. Bos telepon ada tugas laporan yang harus diselesaikan besok pagi. Hayuk tidur lagi Rita sayang, Mas capek nih butuh istirahat buat persiapan besok kerja." Mas Iwan menjawab pertanyaanku dengan terbata-bata. Aku pun manut mengikuti Mas Iwan k...

REVITALISASI PENGHARGAAN TERHADAP PERBEDAAN

REVITALISASI PENGHARGAAN TERHADAP PERBEDAAN POTRET NEGERI Ada sejuta harap lindap di kelopak, saat menatap potret negeri. Yang mengalir dalam tubuhnya sebuah sungai pembatas, penuh warna terpecah. Dan meninggalkan lembaran hitam putih pada batang nasionalisme, perlahan mengelupas kulitnya disengat matahari. Mungkin kita akan pilu, saat akar-akar serabut rapuh. Segala rindu pada pohon rimbun, yang di bawahnya  hidup beribu suku dan beratus etnik tersebar di pagar barisan zamrud khatulistiwa. Oh, Indonesia Raya. Kembali menghela nafas, saat ormas anarkis sibuk bergerilya dari lorong-lorong sempit. Dengan jaket kebanggan dilumuri darah, dan insting thanatos yang mengakar di balik bukit egosentris. Mencurup dari satu tubuh ke tubuh lainnya, hingga redupkan denyut nadi,  menggigil tubuh dipercik perih kemarau. Dan biji-biji gerimis bermain di sekujur dada,  saat sebuah harga tergadaikan. Mengganyang keanekaragaman, ditelan perbedaan kaum plural dan anti plural. Saling pec...